Meskipun belum sempurna, tapi saya bersyukur bahwa iklim demokrasi di Indonesia sudah semakin baik. Dimulai dengan Pak Habibie yang mengawal reformasi, Gus Dur – Mega yang teguh mempertahankan persatuan NKRI saat rawan perpecahan, dan SBY – JK – Budiono yang menetapkan pondasi ekonomi sehingga mampu meningkatkan kepercayaan investor. Saat ini kita menghadapi pilpres dengan dua kandidat yaitu Jokowi – JK dan Prabowo – Hatta. Tidaklah mungkin kita berharap dua kandidat yang tersedia itu sempurna. Tapi pada akhirnya, kita tetap harus menjatuhkan pilihan pada salah satu diantaranya.
Salah satu hal menarik yang saya amati pada pilpres kali ini adalah meningkatnya daya kritis masyarakat, khususnya golongan menengah. Akibatnya, media sosial penuh dengan topik capres yang bahkan membuat sebagian orang kesal. Tetapi kalau dipikir-pikir, lebih baik kita “meributkan” hal ini sekarang agar mendapat presiden terbaik, ketimbang “meributkan” hal ini belakangan, lalu mengeluhkan kinerja buruk sang presiden yang sudah terlanjur terpilih.
Dua Kelompok Pemilih
Dalam setiap pemilu, selalu ada dua kelompok pemilih.
Kelompok pertama adalah pemilih terafiliasi, yaitu kelompok orang-orang yang merasa memiliki kesamaan latar belakang atau kepentingan dengan salah satu capres. Faktor kesukuan, agama, sekte, afiliasi bisnis, biasanya merupakan alasan klasik yang diutamakan. Kelompok ini sudah menjatuhkan pilihan kepada sang capres tanpa mau mendengar pendapat apapun, selain apa yang ingin mereka percayai. Mereka akan mengangkat kebaikan jagoannya, tetapi pura-pura tidak tahu, menutupi, bahkan menampik keburukan sang idola. Di sisi lain, mereka selalu memojokkan, menyebarkan keburukan, serta menyangkal kebaikan kandidat lawan.
Kelompok kedua adalah pemilih tidak terafiliasi (bebas), yaitu kelompok orang-orang yang bisa memilih kandidat manapun yang paling meyakinkan. Kelompok ini terkadang disebut swing-voters , karena pilihannya tidak dapat diprediksi dan seringkali baru membuat keputusan di saat menjelang hari H pemilu.
Setiap kubu pasti memiliki pemilih terafiliasi (kelompok pertama). Umumnya populasi pemilih terafiliasi di setiap kubu relatif berimbang. Oleh karena itu keberadaan kelompok kedua menjadi sangat penting, karena sesungguhnya suara kelompok kedua-lah yang akan menentukan siapa pemenangnya.
Tulisan saya dibawah ini ditujukan untuk orang-orang kelompok kedua, yaitu:
Kelompok orang yang bisa melihat bahwa ada kebaikan dan keburukan pada setiap capres, tidak jahat banget vs. malaikat banget seperti yang tersaji di sinetron.
Kelompok orang yang memutuskan berdasarkan informasi valid, bukan berita-berita settingan media massa yang sedang panen bayaran.
Kelompok orang berpikiran terbuka yang mau mengubah pendapat jika menemukan kebenaran ternyata berbeda dari keyakinannya selama ini.
Persepsi Bukanlah Kenyataan
Kebanyakan orang hanya mengikuti pendapat orang yang dianggap lebih mengerti atau mengambil kesimpulan berdasarkan informasi yang beredar. Hal ini dimanfaatkan oleh tim sukses dan simpatisan kedua kubu untuk menciptakan persepsi yang menguntungkan jagoannya. Bahkan seringkali mereka menyebarkan informasi keliru, yang diciptakan sepenuhnya demi kepentingan sang jagoan. Politik memang kotor, that’s the fact.
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Pak Fadli Zon dan Pak Anies Baswedan, bagaimanapun mereka berdua adalah Tim Sukses yang bertugas memenangkan pasangan capres yang diusungnya. Tentu saja, kalimat yang terucap akan dikemas agar menciptakan persepsi baik terhadap capres dukungannya, serta menciptakan persepsi buruk terhadap capres lawan. Oleh karena itu, sudah sudah sepantasnya kita mem-validasi “pesan” kedua timses tersebut.
Fadli Zon berusaha menyederhanakan analisa dengan mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin yang jujur, cerdas, independen, dan terbukti berprestasi. Dia berusaha menggiring opini publik bahwa Jokowi tidak jujur karena melanggar janjinya sendiri tidak nyapres, tidak cerdas karena tidak mampu mengartikulasikan visi apalagi berorasi, tidak independen karena selalu menurut pada kemauan partai, dan minim prestasi karena sebagai gubernur Jakarta belum ada hasil yang signifikan.
Anies Baswedan berusaha menggiring opini dengan mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan “kebaruan”, yaitu pemimpin dan kelompok penguasa baru, karena selama pemerintahan dijalankan oleh pemimpin dan kelompok lama, hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Dia juga berusaha membuat Prabowo tampak tidak layak untuk menjadi capres dengan mengatakan bahwa dia mendukung orang baik, yaitu orang yang tidak punya catatan buruk masa lalu.
Mari kita pikirkan secara lebih objektif. Apakah Jokowi tidak cerdas dan minim prestasi? Apakah Jokowi hanya boneka yang tidak berdaya melawan tekanan partai? Apakah orang “baru” pasti lebih baik dari orang “lama”? Apakah ada bukti konkrit bahwa Prabowo adalah dalang kerusuhan 1998 dan terlibat kasus kudeta?
Mari Menjadi Pemilih Yang Lebih Cerdas 🙂
Kriteria Pemimpin
Sebelum membandingkan kedua pasangan capres, kita perlu terlebih dahulu menentukan kriteria yang tepat. Presiden akan bertanggung jawab dalam hal-hal besar, rumit, dilematis, yang harus diputuskan dengan cepat dalam situasi penuh tekanan. Oleh karena itu, seorang presiden harus-lah seseorang yang arif dan bijaksana. Hmmm… kita semua pasti pernah mendengar istilah “Pemimpin yang Arif dan Bijaksana”. Arif dan Bijaksana dalam bahasa inggris adalah Wise, dimana kata bendanya adalah Wisdom. Berikut definisi Wisdom di Wikipedia:
Wisdom is the ability to think and act using knowledge, experience, understanding, common sense, and insight.[1] Wisdom has been regarded as one of four cardinal virtues; and as a virtue, it is a habit or disposition to perform the action with the highest degree of adequacy under any given circumstance. This implies a possession of knowledge or the seeking thereof in order to apply it to the given circumstance. This involves an understanding of people, things, events, situations, and the willingness as well as the ability to apply perception, judgement, and action in keeping with the understanding of what is the optimal course of action. It often requires control of one’s emotional reactions (the “passions”) so that the universal principle of reason prevails to determine one’s action. In short, wisdom is a disposition to find the truth coupled with an optimum judgement as to what actions should be taken in order to deliver the correct outcome.
Memilih orang yang bijaksana tentu tidak bisa hanya berdasarkan janji kampanye semata. Untuk menentukan siapa yang dianggap bijaksana dan siapa yang tidak, pada akhirnya kita harus bertumpu pada rasa percaya (kepercayaan). Oleh karena itu, ijinkan saya mengacu pada konsep Kepercayaan (Trust) yang disajikan pada buku “Speed of Trust” (M.R. Covey)
. Dalam bukunya ditulis bahwa kepercayaan didasarkan pada karakter dan kompetensi seseorang. Untuk menilainya, kita bisa menggunakan 4 empat faktor, yaitu:
- Integritas (Integrity)
- Niat (Intent)
- Kemampuan (Capabilities)
- Hasil (Result).
Integritas (Integrity) bukan hanya masalah kejujuran. Integritas seseorang ditentukan oleh: Congruency, yaitu pikiran dan ucapannya selalu sesuai (jujur), emosi dan ekspresinya selalu selaras (tidak berpura-pura). Humility, yaitu mau mengakui kesalahan dan bersedia mengkoreksi pendapatnya. Courage, yaitu mampu melakukan hal yang benar, meskipun itu sangat sulit dan beresiko.
Niat (Intent) yang ditentukan oleh: Motive, yaitu alasan atau tujuan kenapa seseorang berbuat sesuatu. Agenda, yaitu langkah-langkah yang akan dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tersebut. Behaviour, adalah bagaimana motif dan agenda terwujud dalam bentuk tindakan yang tampak dan dapat dinilai oleh orang lain.
Kemampuan (Capabilities) yang ditentukan oleh 5 hal, yaitu:
- Talents (Bakat): Hal-hal yang secara alamiah bisa dilakukan dengan baik
- Attitude (Sikap): Bagaimana seseorang memandang sesuatu
- Skills (Keahlian): Hal-hal yang sudah dipelajari dan mampu dilakukan dengan baik
- Knowledge (Pengetahuan): Apa yang diketahui seseorang
- Style (Gaya): Cara unik seseorang dalam melakukan sesuatu
Hasil (Result) yang ditentukan oleh apa yang terbukti mampu dihasilkan oleh seseorang di masa lalu (track-record), apa yang sedang dia lakukan saat ini, dan apa yang mungkin bisa dia capai di masa yang akan datang.
Dalam memilih presiden, kita membutuhkan seseorang yang memiliki integritas tinggi, niat (agenda) yang baik, kemampuan yang mumpuni, dan prestasi yang terbukti. Piufff… Kok banyak bener?… Yaaa kalau sedikit, abang-abang pengangguran juga bisa dong jadi presiden 😛
Dalam konteks pilpres, ijinkan saya menyusun kriteria presiden sebagai berikut:
Membandingkan Pilihan
Sebelum mulai membandinglan, ingatlah bahwa kunci dari suatu penilaian yang baik adalah objektifitas (tidak berpihak) dan validitas (mengacu pada informasi yang lengkap dan akurat).


Dibawah ini adalah tabel yang berisi infomasi yang beredar tentang kedua capres sesuai nomor urutnya.
Mohon jangan langsung naik darah ketika membaca poin-poin dibawah ini 🙂 Ingat, tidak semua poin dapat dipercaya. Sebagian poin yang muncul di sini bisa jadi settingan, pencitraan, atau bahkan fitnah. Tugas kita adalah mencari informasi, lalu memutuskan mana yang valid dan mencoret yang tidak valid. Silahkan menambahkan item yang baru jika memang belum ada.
Mohon diingat bahwa poin-poin dibawah ini adalah contoh isi perbandingan. Tulisan ini tidak bermaksud menggiring opini pembaca untuk mendukung salah satu capres.
Prabowo adalah pribadi yang terbuka dan selalu bersedia dikonfirmasi atas hal-hal seputar dirinya. Selama menjadi anggota militer, Prabowo membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang berani dan bertanggung jawab.
Prabowo tersangkut kasus pelanggaran HAM (penculikan aktifis) dan kudeta terhadap presiden B.J. Habibie. Meskipun Prabowo sudah sering menjelaskan mengenai hal ini, tetapi simpang-siurnya informasi menyebabkan beberapa pihak meragukan kebenaran ucapan dan pikiran beliau (congruency).
Koalisi pendukung Prabowo banyak diisi orang-orang lama yang selama ini tersangkut kasus, misalnya ARB (Golkar) yang tersangkut kasus Lumpur Lapindo, dan Suryadharma Ali (PPP) yang dijadikan tersangka oleh KPK. Hal ini bisa menyulitkan pemerintah baru untuk memiliki keberanian (courage) dalam membuat terobosan kebijakan, karena dihambat oleh “dosa” orang-orang lama tersebut.
Jokowi relatif bersih dari korupsi dan sebagai orang baru, Jokowi bukan merupakan bagian dari rezim lama sehingga tidak tersandera oleh dosa politik masa lalu.
Jokowi sering melanggar janji publik yang dibuatnya, dari mulai janji besar seperti menunaikan tugas sebagai Gubernur DKI selama 5 tahun, sampai janji kecil seperti tidak memakai pesawat sewaan dan voorijder. Kebiasaan menebar janji dan cuek saat tidak menepati, membuat kejujurannya (congruency) dipertanyakan. Jokowi sering beralasan bahwa tindakannya hanya mengikuti keinginan partai, sehingga independensi dan keberanian (courage) dalam mengutamakan kepentingan bangsa diatas golongan jadi diragukan.
Koalisi pendukung Jokowi terbukti beberapa kali berbohong, misalnya Nasdem yang semula berjanji tidak akan menjadi partai politik, PDI-P yang melanggar kesepakatan batu tulis, dan tuduhan Pak Mahfud M.D. bahwa Cak Imin (PKB) membohonginya saat pencalonan cawapres.
Prabowo menyusun visi-misi
yang dilengkapi dengan angka target pencapaian. Hal ini memungkinkan publik memantau progress tingkat pencapaian selama pemerintahan berlangsung, serta menilai hasil akhir kinerja pemerintah dengan cara membandingkan janji vs. realisasi. Ini menunjukkan bahwa rencana kerja (agenda) Prabowo dibuat dengan matang, terkomunikasikan dengan baik, dan menegaskan keberaniannya untuk memenuhi janji.
Prabowo dituduh pernah berusaha melakukan kudeta terhadap presiden B.J. Habibie. Hal ini membuat sebagian orang khawatir bahwa Prabowo bisa memiliki motivasi dan agenda tersembunyi. Sebagian kalangan minoritas (WNI keturunan, non-muslim, aliran muslim non-sunni) mengkhawatirkan Prabowo memiliki motive untuk menggunakan kekuasaannya secara represif terhadap mereka.
Jokowi menyusun visi-misi
yang menjawab problem mendasar yang selama ini tidak diprioritaskan, yaitu pembangunan karakter bangsa dan toleransi. Sikap Jokowi yang sederhana dan merakyat menunjukkan keteladanan terhadap perilaku (behaviour) yang disajikan dalam visi-misinya tersebut.
Meskipun ditulis secara lengkap, poin-poin visi-misi Jokowi tidak banyak dilengkapi dengan target pencapaian. Poin-poin rencana kerja yang bersifat normatif ini membuat publik tidak bisa mengukur apakah janjinya (agenda) tercapai atau tidak. Sebagian kalangan muslim mengkhawatirkan partai pengusung Jokowi, yaitu PDI-P memiliki motive untuk menghambat potensi umat muslim di negeri yang mayoritas muslim ini atas dasar persaingan pengaruh dalam politik.
Prabowo terdidik untuk memimpin dengan cara militer. Prabowo memiliki sikap (attitude) tegas dan berani, keahlian (skill) dalam strategi dan berkomunikasi yang efektif, pengetahuan dan wawasan internasional, serta gaya (style) memimpin yang disegani. Secara keseluruhan, Prabowo memiliki kemampuan yang lengkap sebagai seorang pemimpin.
Jokowi adalah pemimpin yang berasal dari sipil dengan latar belakang pebisnis dan pejabat daerah. Jokowi memiliki sikap (attitude)akomodatif terhadap berbagai golongan, keahlian (skill) persuasi tanpa represi. Keahliannya ini menciptakan kelebihan tersendiri karena membedakannya dari kebanyakan pemimpin yang seringkali mengambil pendekatan represif dalam menjalankan kebijakan. Pengetahuannya akan banyak terbantu dengan hadirnya para intelektual muda, serta gayanya (style) yang sederhana membuat Jokowi tidak berjarak dengan rakyat.
Sebagian orang menganggap Jokowi belum memiliki kemampuan sebagai pemimpin tingkat nasional. Kapabilitasnya seputar hubungan internasional, pertahanan-keamanan, dan perekonomian negara masih belum terbukti.
Prabowo selama karirnya sebagai Jenderal berhasil melakukan beberapa misi militer seperti pembebasan sandera oleh OPM dan penangkapan pemimpin gerilyawan Timtim. Setelah menjadi warga sipil, Prabowo banyak melakukan mediasi internasional untuk kasus kemanusiaan seperti pembebasan Wilfrida dari hukuman mati. Prabowo juga aktif dalam beberapa organisasi kemasyarakatan seperti HKTI dan perkumpulan olah raga silat. Dalam masa kepemimpinannya, timnas pencak silat tidak pernah kalah di turnamen internasional.
Prabowo dituduh melakukan pelanggaran HAM selama dia menjabat Danjen Kopasus dengan melakukan penculikan aktifis. Prabowo juga dituduh berencana melakukan kudeta terhadap B.J. Habibie. Apabila track-record tersebut benar, maka Prabowo merupakan sosok yang sangat berbahaya karena bisa mengembalikan Indonesia ke jaman diktator ala Soeharto.

Isi dari tabel di atas bisa berbeda antara satu orang dan orang lainnya. Itu sah-sah saja, karena tabel diatas terisi berdasarkan informasi yang kita ketahui dan percayai. In fact, seiring dengan waktu, bertambahnya informasi, dan terungkapnya berita, orang-orang yang berpikiran terbuka bisa saja mengubah isian tabel tersebut, lalu mengubah haluan dan dukungannya.
Menentukan Pilihan
Bagi anda yang cenderung berpikir dengan perasaan/intuisi, isilah tabel perbandingan diatas secukupnya dengan informasi yang kita yakini valid (benar). Jangan pernah memasukkan informasi yang meragukan. Ingat, di luar sana lebih banyak informasi menyesatkan daripada yang valid. Timbang-timbanglah dengan intuisi anda, mana diantara keduanya yang lebih layak.
Bagi anda yang cenderung berpikir analitik/logis, isilah tabel perbandingan diatas selengkap-lengkapnya dengan informasi yang kita yakini valid (benar). Jangan pernah memasukkan informasi yang meragukan. Ingat, di luar sana lebih banyak informasi menyesatkan daripada yang valid. Beri Nilai % pada keempat faktor tersebut diatas. Jumlahkan semua nilai itu untuk mendapatkan kandidat yang lebih layak.
Prabowo | Jokowi | |
Integrity | ….% | ….% |
Intent | ….% | ….% |
Capabilities | ….% | ….% |
Results | ….% | ….% |
TOTAL | ….% | ….% |
Voilaaa… You Got The Winner 🙂
Tapi Kan….
Tapi kan… Prabowo direstui partai-partai Islam yang bersedia mengakomodasi kepentingan kaum muslim. Kalau kubu lawan didukung PDIP yang katanya selalu menolak UU berbau syariah.
Tapi kan… Jokowi lebih mengedepankan toleransi dan pluralitas karena selain didukung PKB dan ormas islam, juga didukung PDIP dan yang lebih bersedia mengakomodasi kepentingan kelompok non-muslim dan nasionalis. Kalau kubu lawan katanya didukung FPI yang biang rusuh itu.
…
Hmmm… kalau pikiran itu masih ada, rasanya sulit untuk berpikir objektif. Kalau pikiran-pikiran itu masih ada, apapun alasannya, pasti kita akan memilih satu capres tertentu tanpa melihat faktor lainnya lagi.
Ok, kalau masih penasaran, setelah melakukan perbandingan secara objektif, silahkan pikirkan kembali kepentingan kita dan ulang kembali perbandingan diatas. Lihat dan buktikan betapa kepentingan kita akan sangat mempengaruhi objektifitas penilaian. Sekarang terserah saja… Apakah mau memilih berdasarkan penilaian objektif, atau mau kembali memilih berdasarkan sentimen. Itu hak setiap individu. Setidaknya, kita tahu apa yang terjadi dengan proses pengambilan keputusan kita tersebut 🙂
Well… Setiap pilihan harus dihargai, apapun alasannya. Pemilih terafiliasi ataupun bebas sama-sama berhak menentukan cara dan hasilnya sendiri. Kita semua sedang berproses dan belajar menjadi pemilih dan negara yang lebih baik. Salam damai untuk seluruh bangsa Indonesia 🙂
Landasan teorinya menarik, tapi begitu masuk di analisa cukup kedodoran. Sudah baca belum visi dan misi Prabowo dan Jokowi di situs KPU? Paham tidak arti amanah itu apa? Paham tidak filosofi tegas itu spt apa? Artikelnya masih perlu divalidasi lebih lanjut. Secara nilai, c+ lah. 🙂
LikeLike
Terima kasih masukannya. Memang tulisan ini tujuannya untuk membantu pembaca membandingkan sesuatu berdasarkan kriteria yang tepat dan mengajak untuk berpikir objektif dengan dasar informasi yang valid. Ini tidak bertujuan menyajikan detail poin-poin penilaian (analisa) terhadap masing-masing capres sehingga mengarahkan pembaca mendukung salah satu capres.
Makanya di dalam tulisan disebut: “Mohon jangan langsung naik darah ketika membaca poin-poin dibawah ini. Ingat, tidak semua poin dapat dipercaya. Sebagian poin yang muncul di sini bisa jadi settingan, pencitraan, atau bahkan fitnah. Tugas kita adalah mencari informasi, lalu memutuskan mana yang valid dan mencoret yang tidak valid. Silahkan menambahkan item yang baru jika memang belum ada.”
Saya sudah baca visi-misinya, link terhadap visi-misi kedua capres pun saya tampilkan. Bisa di-klik pada icon buku di samping item tersebut. Kalau mas wawan punya informasi poin penilaian yang valid, mungkin boleh bantu dishare, sehingga orang lain paham dan punya kesempatan memasukkannya sebagai bahan perbandingan. Terima kasih sebelumnya, saya kira dengan saling melengkapi, kita semua akan semakin kaya informasi (yang valid) 🙂
LikeLike
visi misi yang buat kan tim sukses bung. coba tanyakan secara spontan ke kandidat, saya yakin (terutama yang bikin visinya ratusan poin dan 40-an halaman) ga bakal tau, karena yang mengerjakan adalah ahli, bukan dia. lagipula dalam memilih presiden saya lebigh pentingkan karakter.
kalau visi bagus tapi karakter pengkhianat, apakah janji politiknya akan dipenuhi? hehehe
LikeLike
visi misi gak akan terlaksana kalau track record calonnya ‘pengkhianat akut’. itu saja
LikeLike
Coba kita mulai validasi dari 2 paragraf awal. Ini kutipannya, “Prabowo adalah pribadi yang terbuka dan selalu bersedia dikonfirmasi atas hal-hal seputar dirinya. Selama menjadi anggota militer, Prabowo membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang berani dan bertanggung jawab.
Prabowo tersangkut kasus pelanggaran HAM (penculikan aktifis). Apabila hal tersebut benar, maka Prabowo merupakan sosok yang sangat berbahaya karena bisa mengembalikan Indonesia ke jaman diktator ala Soeharto.”
Dua paragraf tersebut saling bertentangan, bertolakbelakang, padahal yang dinilai disitu adalah integritasnya. Jadi integritas penilaiannya sendiri dipertanyakan. Prabowo tidak bersedia dikonfirmasi dan publik menilainya tidak bertanggungjawab karena tidak memenuhi panggilan Komnas HAM. Dalam sisi lain, berani-nya Prabowo yang dinilai secara miring karena menyalahi aturan, misalnya berani melawan atasan, dalam hal ini menggerakkan pasukan tanpa perintah di tahun 1998. Dengan alasan tersebut maka dia diberhentikan dari militer atas rekomendasi Panglima ABRI dan keputusan Presiden RI sebagai atasannya. Sehingga paragraf pertama pemimpin yang berani dan bertanggungjawab bukanlah penilaian yang valid.
LikeLike
Kalau mau berfikir secara objektif, belum tentu Prabowo yang menjadi dalang dari kerusuhan 1998. Dan setau saya, CMIIW, Prabowo sudah bersaksi dan menjelaskannya bertahun-tahun lalu. Namun hasilnya tidak sampai ke publik, dan pengadilan HAM pun menyatakan Prabowo bukan dalang dibalik kerusuhan tersebut. Meski demikian, tidak ada kejelasan mengenai siapa sebenarnya dibalik kerusuhan tersebut. Hal ini yang menyebabkan semua tuduhan masih mengarah ke Prabowo (sumber: Wideshot MetroTV, pasca Nasdem merapat ke PDIP)
Jika dilihat secara objektif, beliau sosok yang inspiratif di masanya bersama ABRI. Dan pemberhentiannya menjadi kontroversi. Banyak peristiwa yang mengarahkan bahwa beliau hanya menjadi kambing hitam atasannya. Meski demikian beliau bersedia menanggung semua kesalahan anak buahnya walaupun masih diragukan apakah beliau yang memberi instruksi atau tidak. Berani, bertanggung jawab, memiliki integritas? Harus dikatakan ya.
LikeLike
Poin-poin yang disampaikan Mas Daus kan cuma contoh broo. Poin-poin contoh yang bisa dipertambangkan calon pemilih saat menggunakan teknik penilaian pasangan capres-cawapres yang diusulkan oleh Mas Daus..
LikeLike
Terima kasih evaluasinya. Saya hanya mencontohkan bagaimana cara mengisi poin-poin perbandingannya mas 🙂
Saya coba jelaskan sedikit, meski sudah keduluan dijawab sama mas Astra 🙂 Pak Prabowo sebenarnya sudah menjelaskan kasus-kasus yang melibatkan dirinya, termasuk kasus penculikan dan kudeta. Beliau menyampaikan kronologis, peran, dan akhirnya bertanggung jawab dengan menerima penghentian dirinya dari jabatan.
Di sisi lain saya sengaja menampilkan poin kontradiktif. Karena bagi orang yang menganggap Prabowo benar terlibat kasus tersebut (terlepas besar-kecil perannya), mungkin akan merasa beliau sebagai sosok yang berbahaya. Semua itu dikembalikan ke pendapat masing-masing pemilih.
Maaf, link-link berita atau informasi detail tidak saya tampilkan agar tidak mempengaruhi pendapat pembaca. Saya percaya para pembaca cerdas dalam mencari narasumber lanjutan. Terima kasih ya masukannya 🙂
LikeLike
Saya setuju dengan Bapak Maykada Mpu, bagian awal obyektif tapi ketika diberikan contoh analisa malah blunder apalagi tidak disertai sumber. Jika disertai sumber, mungkin pembaca dapat memvalidasi referensi Anda sehingga membantu pembaca menilai analisa Anda secara obyektif pula. Atau dihilangkan saja bagian contoh analisanya sekalian jika benar Anda tidak ingin pembaca terpengaruh 🙂
LikeLike
komnas ham ada kewenangan kah utk memanggil? bukannya itu wilayah kepolisian atau kejaksaan. kl memang Prabowo terindikasi melakukan pelanggaran HAM segera rekomendasikan ke KPU. lebih ideal komnas ham meminta keterangan panglima tni dan pangab, kepala bin, menhan. kl pendapat saya bila Prabowo buka2an skrng apa nga mengganggu stabilitas keamanan n politik? ada kalanya seorang pemimpin bersikap arif demi kepentingan yg lebih besar dan mengorbankan diri sendiri dr fitnah….gik
LikeLike
Ni orang pasti hobi ngisruh dan adu otot.. emang gak bisa ya, baca baik-baik dan ketika dijelaskan dicerna dulu, dan lihat apa masih perlu Di komentar apa tidak. Masalahnya adalah di indonesia masih banyak makhluk hidup yang terkena wabah seperti orang diatas
LikeLike
yaelah masih ngomongin HAM aje, masuk pemilu gini baru deh sok2an angkat HAM, kasus munir gmn yah? kasus pelanggaran HAM yang lain gimana?
lagian, kalo dari dulu prabowo salah, knp deh megawati dulu sempet nunjuk dia (prabowo) sebagai wakilnya? #mikirKeras
LikeLike
Rasanya tulisan mas ahmad sangat bagus. Buat para komentator spt sy, jika kita sangat yakin tentang kebenaran penilaian salah satu capres, selayaknya kita adalah saksi mata langsung terhadap yg bersangkutan. Jika bukan, so bungkam lebih baik. Karena fitnah memang lebih kejam hukumannya, bagi mrk yg berkeyakinan. Berikan penilaian yg anda tahu saat ini, bukan 5 apalagi 10, 16 tahun yg lalu. Jika prabowo memang sangat berbahaya di mata pdip, kenapa mereka dulu menjadikannya calon wakil presiden megawati? Kemana para aktifis pdip yg ribut sekali hari ini? Jangan2 mereka juga orang baru di pdip, anak kemarin sore.
LikeLike
Artikelnya bagus mas! Sangat membantu saya yg belum punya preferensi.. jadi tau harus mulai dari mana melakukan penilaian.. artikel ini emang bukan untuk kelompok pertama (pemilih terafiliasi) yg bawannya lagi emosi… so kalo udah tau mau milih siapa gak usah baca artikel ini, daripada emosi dan akhirnya kasih komen yg gak bermutu di artikel ini.
LikeLike
hasil perhitungan dan penilaian saya terhadap parameter2 yang diberikan:
PRABOWO
integritas: 66.67
niatan: 86.67
kemampuan: 84
hasil kerja: 80
nilai akhir prabowo: 79.34
JOKOWI
integritas: 60
niatan: 80
kemampuan: 76
hasil kerja: 80
nilai akhir jokowi: 74
sebenernya penilaian terhadap mereka ini masih pada rentang yang sama(60-80).
cuma kalo saya mau tambahin faktor komitmen dan konsistensi, lebih jelas lagi PRABOWO lah yang lebih layak jadi presiden.
PRABOWO – RI 1
LikeLike
Ini yang saya maksud dengan objektif. Kenapa kita semua tidak mencoba untuk membuka hati dan pikiran, dibandingkan bertindak kekanak-kanakan bertengkar satu sama lain. Pak jokowi dan Pak prabowo adalah putra2 terbaik bangsa, karena itu mari kita mendukung mereka dengan sebaik-baiknya. Mari kita menjernihkan pikiran bahwa ini adalah sesuatu untuk menuju kebaikan, karena itu mari memulainya dengan sesuatu yang baik pula.
LikeLike
tulisan menarik, menyajikan opini dipadu dengan sentuhan akademik. saya suka cara penyajian dan metode penulisannya (y) 🙂
untuk isian tabel, itu saya anggap sebagai contoh bagaimana cara mengisinya, dan menurut saya itu sangat membantu memberi gambaran kepada para pembaca untuk mengisi tabel masing-masing sesuai dengan versi mereka. dan isian tabel njenengan itu adalah versi njenengan 🙂
klo untuk konteks akademik, dalam menilai sebuah tulisan adalah bagaimana cara menyampaikan opini, dipadu konsep/ kerangka teori, alur dan logika pendapat serta penyampaian data (terlepas dari preferensi, motif atau subjektifitas penulis). bagaimanapun dalam sebuah tulisan, tidak ada yang namanya bebas nilai dan sepenuhnya bebas dari bias.
tapi yang menjadi inti dan maksud tulisan ini, menurut saya, bisa tersampaikan kepada pembaca (terutama swing voters group) untuk menjadi pemilih “cerdas” dan punya alasan penilaian yang terukur dan kuat (sesuai versi masing2).
jadi, kalau seandainya saya adalah seorang dosen yang sedang “menilai” tugas esai opini mahasiswanya (kalau boleh lancang (*_*)), saya beri nilai “A”.
terima kasih banyak atas sharing tulisannya. cukup memberi “keademan” di kala suasana dan suhu “memanas” (*and here the summer is really hot :D)
PS: just my own personal opinion, no offense 🙂
LikeLike
Terima kasih Mbak. Salam damai untuk para pemilih cerdas 🙂
LikeLike
saya dukung prabowo….RI 1…
karna setelah mrmpertimbangkan fakta2 dan juga tentunya secara hati nurani juga…
LikeLike
Tulisan yg berimbang,,
sangat membantu para calon pemilih yg tidak “terafiliasi”
hanya sj komentatornya terkontiminasi pemilih “terafiliasi”
hehehehe…
hati2 dlm membaca komentar yg muncul…
stay calm ’n objektif…
LikeLike
tulisan kurang bagus dan cenderung menggiring untuk memilih calon tertentu dengan dikamuplase seolah-olah analisis ilmiah. Seharusnya penulisnya gak usah membanding-banding capres2 yg sedang bertarung, biarlah pembaca yg membandingkannya sendiri. Dari tagline penulis yg menyebut indonesia raya aja udah ketahuan ke mana arahnya.
LikeLike
Maaf kalau ada yang merasa tulisan ini memihak. Bisa bantu dibagian mana yang di rasa memihak? Kalau memang ada, akan saya segera koreksi.
Kalau untuk “Hiduplah Indonesia Raya”, itu diambil dari lagu kebangsaan kita. Saya menulisnya karena ingin mengingatkan bahwa sebagai bangsa besar (raya), kita terdiri atas banyak suku, agama, dan kepentingan. Mudah-mudahan keberagaman itu menjadi bekal untuk saling bersinergi. Jangan sampai menjadi perpecahan hingga menguntungkan pihah tertentu seperti politik devide et impera yang sukses memecahbelah bangsa dan menancapkan penjajahan selama 350 tahun.
Terima kasih sudah mengingatkan
LikeLike
Anda Pendukung Prabowo kan? Jawablah secara Jujur.. Bagaimana anda bisa Objektif, kalo anda pendukung Prabowo?..
Ok, saya anggap Anda jawab “ya”, sekarang simple aja Sebutin prestasi Prabowo diluar Militer?
Apakah menurut anda Memimpin Milter dengan Memimpin Rakyat itu sama? Bagi saya jawabannya TIDAK, Jauh lbh gampang memimpin militer dibanding memimpin rakyat, Kenapa? Simple jawabanya karena di Militer doktrinnya setiap bawahan WAJIB tunduk terhadap atasan.
Ada tidak kaitan prestasi moncer prabowo di militer dengan posisi dia sebagai menantu Soeharto? Silakan jawab sendiri…
Jadi kesimpulanya bagi saya Prabowo blm teruji sbg pemimpin Rakyat apalagi terbukti sudah berhasil.. Saya adalah tipe orang yang percaya kalo sudah ada bukti, jd sya pilhannya lbh condong ke Jokowi. Walapun Jokowi jg bukan pemimpin yg sempurna tp minimal telah teruji dan terbukti berhasil jd pemimpin..
Ini pendapat pribadi saya ya.. Tapi terlepas itu semua siapapun nanti yg jadi Presiden smg bisa membawa perubahan yg lbh baik… 🙂
LikeLike
Sampai dengan sebelum Prabowo resmi mencalonkan diri sebagai capres, sebenarnya saya Anti-Prabowo. Bagi saya, tidak masuk akal memilih calon presiden yang pernah melanggar HAM. Belum lagi resiko mengembalikan Indonesia ke alam Diktator ala Soeharto. Namun karena beliau resmi mencalonkan diri sebagai capres, saya termotivasi untuk mencari tahu kebenaran berita-berita tersebut.
Dalam pencarian informasi tersebut saya menemukan beberapa fakta yang membuat saya merasa berita pelangaaran HAM Prabowo tidak sepenuhnya benar. Oleh karena itu, nalar saya mengatakan Prabowo berhak masuk dan diperbandingkan sebagai capres.
Atas dasar inilah, artikel ini dibuat. Karena menurut saya, keduanya (Prabowo dan Jokowi) layak menjadi capres, sehingga kita perlu menelaah keduanya dengan benar. Saya memilih tidak membagi informasi dan referensi poin-poin penilaian kedua capres, karena khawatir hal ini akan mempengaruhi opini pembaca.
Namun demikian, masukan dari Mas Yoyok dan beberapa komentator lainnya sudah mengingatkan saya bahwa mungkin beberapa item perbandingan di dalam tulisan ini tampak memihak. Oleh karena itu, saya berterima kasih dan saya sudah memodifikasi beberapa diantaranya agar menjadi lebih netral.
Terima kasih atas koreksinya. Jika memang masih ada yang dirasa tidak tepat, saya bersedia menerima kritik.
LikeLike
Artikel yg menarik. Ini yg namanya memberi kail, bukan memberi ikan. Mudah2an Indonesia dipenuhi pemilih2 obyektif. Sehingga nanti siapapun nanti yg menang, itu krn pertimbangan2 matang..
Dua jempol utk penulis 🙂
LikeLike
Artikel manarik tapi HANYA ADA PADA JUDUL SAJA SETELAH DIBACA BEBERAPA KALIMAT MAKA ISI MAKIN LAMA MAKIN NGAWUR DAN KEDODORAN…SANGAT PERLU DI VALIDASI LAGI
LikeLike
Hehe… Saya coba menulis semampu saya mas. Kalau ada yang salah, mohon koreksinya. Mudah-mudahan bisa jadi pembelajaran biar besok-besok tulisannya jadi betulan menarik. Thanks
LikeLike
Menurut saya, sudah baik idenya untuk memberi perbandingan sebagai pandangan pembaca dalam memilih capres, alangkah lebih baik lagi jika info yang disediakan diatas tidak hanya opini yang beredar di masyarakat selama ini tetapi diimbangi dengan fakta sesungguhnya yang banyak orang tidak tau karena infonya tidak tersebar. Sehingga tulisan ini tdk hanya memberi pandangan tetapi juga informasi faktanya. Jadi lebih berimbang informasinya. Terima kasih.
LikeLike
Terima kasih, ini sebetulnya ide yang sangat baik. Saya sempat mempertimbangkan itu sebelum menulis artikel ini. Tadinya setiap poin mau dilengkapi link, semata-mata untuk menyampaikan bahwa suatu poin hanya boleh dihitung kalau punya referensi yang jelas.
On second thought, saya putuskan untuk tidak melakukan itu. Khawatir jadi terkesan membela capres tertentu. Segini saja sudah ada beberapa komen yang menganggap tulisan ini berat sebelah 🙂 tapi kalau betulan berat sebelah, saya bersedia koreksi loh 🙂 terima kasih sekali atas sarannya
LikeLike
Selain teorie dan Asumsi (biasa mengarah ke irasional dan emosi), alangkah lengkap jika ditambah Realita selama ini:
– Rekam jejak (positive/negatif)
– Prestasi yg dirasakan publik dan
– Hasil kerja nyata bukan wacana.
LikeLike
Salam.
Menarik sekali tulisannya. Mau nanya aja mas, 4 kriteria di atas apakah teorinya mempunyai bobot yang sama atau bisa berbeda bobotnya?
Atau bisa kita bedakan bobot sesuai presiden yang kita inginkan, misalnya kita lebih berharap mempunyai presiden yang mempunyai niat dan hasil yang baik dibanding yang mempunyai kapabilitas dan integritas baik, sehingga bobot 1, 2, 3 dan 4 adalah sebagai berikut :
1. Memiliki Integritas Tinggi = bobot 20
2. Memiliki Niat Baik = bobot 30
3. Memiliki Kapabilitas = bobot 20
4. Memiliki Prestasi dan Rekam Jejak Yang Baik = bobot 30
Saya menulis juga di eeshape.com/2014/06/07/loyalis-prabowojokowi-berhati-hatilah/ isinya tentang #KampanyeAdem tanpa memihak salah satu capres.
Salam sehati
LikeLike
Super sekali pak Ahmad Firdaus, langsung kelihatan sekali komentator yg terafiliasi ya, haha. Terima kasih untuk “tools” yg diberikan untuk menilai 2 kandidat presiden kita ini. Mantapp. Kasihan saja buat komentator terafiliasi ya, anda gagal mengambil point pentingnya, anda hanya membaca untuk menjawab, bukan membaca untuk mengerti.
LikeLike
Nah ini nih yang harusnya kita sebarluaskan, yang mana terkadang banyak orang-orang disekitar kita (bahkan diri kita sendiri) yang melupakan makna ‘PEMILIH CERDAS’
sering terdengar jargon-jargon yang hanya mengajak orang untuk meluangkan waktu hanya untuk dtg ke TPS tanpa adanya penekanan pada makna ‘PEMILIH CERDAS’ yang sebenarnya jauh lebih penting…
Bagus mas tulisannya 🙂
LikeLike
Analisa yang bagus dan menarik Mas Daus,
Semoga Allah senantiasa melindungi pemikiran dan melimpahkan kesejahteraan bagi anda dan keluarga. 🙂
LikeLike
Typical orang2 Indonesia dari dulu s/d saat ini sama saja lebih byk utk memutuskan dgn dasar perasaan, bukan otak (tdklah heran NKRI pernah dijajah lebih dari 360 thn, 🙂 ). Penulis sdh memberikan informasi bgmn memilih capres dgn benar dan cerdas dgn dpt memberikan / menambahkan parameter2 penilaian objektif apabila perlu -> malah ada yg mengdiskreditkan tulisan tsb, sungguh kerdil cara berpikirnya. Kelihatannya di NKRI tercinta ini msh byk orang yg tdk berfikir dgn memakai otak dgn referensi data2 objektif, jd sila ke 5 dari Pancasila tdk akan pernah tercapai. Double thumbs for the writer.
LikeLike
yupz suka dengan tulisan ini, alhamdulillahny saya melakukan seperti ini dr awal :d
LikeLike
Reblogged this on aulia mumtaza and commented:
Analisis menarik
LikeLike
Ngapaiiinnnn pilih prabowo,,,justruuu dy kn anak buahnya pak Harto zaman Pak Harto aj Kilang Minyak Tanah Papua yg dlu dipertahankan Pak Soekarno aj djual k Amerika,masa ya Prabowo gak didukung sm Amerika,,,aplg dy suka bisnis kuda n perawatan tubuhnya yg ktnya ‘ganteng’,,,HELLOOO MASYARAKAT INDONESIA SADARLAH,,,,YG DBUTUHKAN INDONESIA BUKAN PRESIDENNYA GANTENG,,,,,,!!!TAPI PRESIDEN YG MAU RELA BERKORBAN APAPUN SM RAKYATNYA BAHKAN UANG,HARTA,N KELUARGANYA PUN DY RELA,,KLO BELUM JD PRESIDEN AJ UD DBLG GANTENG BRATI KN DY PERAWATAN,,,,ORG KY GNI JUSTRU BISA BUAT BIANG KORUPSII DI INDONESIA BUKANNYA MEMBAIK TAPI MAKIN PARAH,,KRN PRESIDENNYA AJ LEBIH MENTINGIN DRINYA SENDRII YG PENTING “GW HARUS GANTENG” ITU BUKAN WIBAWA SEORANG PRESIDEN,,LAGIAN BP PRABOWO JG UD TUA REALISTIS SAJALAH,,,,KLO JOKOWI MEMANG DY SBG MANUSIA JG GAK SEMPURNA,,TAPI SATU YG SY SALUT SM DY N ITU BA DLIHAT BUKTINYA,,,DY SEORANG YG PUNYA JIWA RELA BERKORBAN,,KRN DY RELA MENGORBANKAN OMSET PRIBADI USAHANYA SENDIRI HANYA TUK MENYELESAIKN FLYOVER KP MELAYU TN ABANG YG SDH 2 PERIODE DR ZAMAN SUTIYOSO SMPE FOKE BELUM SELESAI2 TP ITU BS DSELESAIKAN SM JOKOWI DLM WKT BEBERAPA BULAN STLH DY MENJABAT JD GUBERNUR DKI,,KRN FLYOVER ITU DKT KNTR SY,,,JD SY TW,,,STDKNYA ITULAH YG NILAI PLUS PAK JOKOWI DY GAK SUNGKAN2 KELUARIN DUIT BAHKAN GAJINYA SNDRI TUK RAKYATNYA,,KRN ITU SLALU DLIPUT N DIPANTAU OLEH RAKYAT PD SAAT JOKOWI MENDUDUKI POSISI GUBERNUR DKI KMRN,,,SO SEHARUSNYA MATA KITA TERBUKA,,,SP SEBENERNYA YG PANTAS MEMIMPIN BANGSA INI KE ARAH LWBIH BAIK,,APLG STLH TAUFIK KIEMAS TDK AD STDKNYA TDK AD LG YG MENGATUR2 BU MEGA LG KY DLU2 YG SKRG SDH JAUH LEBIH BAIK N REAISTIS,,JD DUKUNGLAH PRESIDEN YG MEMILIKI HATI YG SEDERHANA N MAU RELA BERKORBAN DRINYA N APA YG DY MILIKI BUAT BANGSA NI,N JGN MEMBAWA SARA TAPIII PIKIRKANLAH KEHIDUPAN MASYARAKAT LUAS,,,KRN ITULAH PEMIKIRAN ORG2 YG MEMILIKI PENDIDIKAN ,,,JGN MW DIPROVOKASI,,,AD YG BLG SY GK PERNAH SUKA SM BLACK CAMPAIGN PDHL DLAPANGAN QT TW SP ORG2 YG MELAKUKAN BLACK CWMPAIGN APLG SMPEN NGEJELEK2IN PAK JOKOWINKY KEMARIN,,APKAH ITU MENTAL ORG MUDA YG BERPENDIDIKAN???KLO BLM JD PRESIDEN AJ UD SUKA NGEBANGGAIN DRI SNDRI N BLM AD BUKTI CM JANJI2 KY BIASA N SUKA NGEJELEKKIN LAWANNYA GMN DY BISA PIMPIN BANGSA INDONESIA YG BERANEKA RAGAM NI.???MBOK YAA MIMPIN DRINYA SNDRI TUK BS NAHAN EMOSI UNTUK TDK MENJELEKKAN2 KAWANNYA AJ GK BS DIPIMPIN BAIK OEG TSB MAUPUN PENGIKUTNYA ,,,,JD GUYS BUKALAH MATA HATI KALIAN JGN DBODOHI SM HAL2 YG BAGUS TRLIHAT DI DEPAN,,,,YG BAGUS DI DEPAN BLM TENTU HATINYA JG BAGUS,,,TP ORG YG GANTENG TP DY PUNYA HATI YGBTULUS TUK RAKYAT INI,,N SDH TERBUKTI MAU BERKORBAN APAPUN YG DY PUNYA TUK RAKYATNYA,,,ITULAH YG PANTAS JD PRESIDEN KITA KE DEPANNYA,,,GK PERLU GANTENG TP HATI NYA TULUS N IKHLAS N MAU BERJIWA BESAR N RELA BERKORBAN,,,N JGN LUPA JOKOWI SDH SERING DISERANG SMPE DETIK INI,,,HANYA ORG2 YG PERNAH MEMILIKI KEKUATAN DI JALUR KAPITALIS N KEKUATAN DI MILITER YG BS MEBIARKAN NI SMUA TJD,,,,APLG JGN LUPA PRABOWO DLU TERLIBAT KASUS PELANGGARAN HAM 97-98 ,,,,KASIAN PAK JOKOWIII,,,YG SBR YA PAK TUHAN GAK TIDURR,,TUHAN TAHU SP YG TULUS SP YG HANYA “PURA2 TULUS”,,,BLUM JD PRESIDEN AJ UD KY GNI K PAK JOKOWI GMN UD JD PRESIDEN BS SEMENA2 SM RAKYAT YG GAK LOYAL SM DY N JGN LUPA GUYS SP SAJA PENDUKUNG DBLAKANG PAK PRABOWO,,,ORG2 YG PUNYA KASUS SMUA,,,TP SMPE SKRG KASUSNYA BLM SLSAI,,DR MULAI BAKRIE DLL,,,SDANGKAN JOKOWI HANYA BU MEGA N PARTAI2 BIASA,,,,SO W AKAN IKUTI KATA HATI W YAITU PAK JOKOWI,,..GOD BLESS PAK JOKOWI PSTI KEBENARAN AKAN TERUNGKAP N MENANG,,AMIN….JGN KEMAKAN SM JANJI2 TP LIAT DGN MATA KEPALA SNDRI ORG YG SDH MEMBUKTIKAN UCPNNYA YG BUKAN HANYA JANJI KPD RAKYTANYA,YAITU HIDUP PAK JOKOWIII….,!!!
LikeLike
alay lu
LikeLike
ngomong ape sik
LikeLike
Contoh pemilih terafiliasi…. banget
Mungkin juga kategory emotial voters
LikeLike
cuci muka dulu sana tong……baru nulis
LikeLike
Anak kecil, kenapa sih kamu? Jokowi janjinya gimana? Sudah tau faktanya? Hih gemes deh baca komentarnya pengen aku ban permanen nih orang
LikeLike
Nape ente… gw blom mutusin milih prabowo or jokowi tapi adek maniiiisssss…. ini kan tulisan netral buat kita mikir jd pembaca dan pemilih cerdas. Kagak ada yg minta kita suruh ngasih belaan jagoannya hadeeuuuuuh… knp jd pada naek darah gini, susah emg org indo kebanyakan gampang terprovokasi, efek 350tahun dijajahnya msh keliatan #prayforindonesia
LikeLike
ehem.. bacaan ini memang untuk para swing voters, jadi kalau yang sudah terafiliasi sih baiknya tidak usah baca, sudah diingatkan kok sama penulis. Dan sejauh yang saya baca, diantara berhaburannya tulisan2 sok objektif lainnya, buat saya tulisan ini yang paling fair dan objektif.
Dan sampai detik ini pun saya belum menentukan pilihan, masih cari2 data-data yang tidak bias.
PS: Sebaiknya anda periksa keyboardnya mas, Capslocknya nyangkut :*kidding* 😀
LikeLike
@Rinnnai
Maaf mas/mbak, menyinggung soal orang2 terdidik, saya pribadi malah bs lgsg melihat bagaimana pendidikan blm sukses menjadikan mbak/mas jd org trdidik. Dlm ruang publik, untuk menyampaikan pendapat ad cara yg “elegan” dlm menyampaikn pndapat yg santun cermin bhwa pendidikan berhasil thdp kita.
Pendidikn itu jg brperan pntg dlm manajemen emosi individu, mas/mbak nampak blm berhasil dlm hal itu
Mas Daus punya niat utk mengajak kita menganalisa, agar kita punya pertimbangn dlm memilih. Dg mksd dan tujuan tdk hanya sentimen buta pd 1 calon atw jg fanatik buta pada calon. Tujuanny baik, dan cara Mas Daus dlm menanggapi komen jg baik wlu ad yg memojokkn, ini bukti bhwa pendidikan brhasil memanajemen emosi dg baik klo mas/mbak Rinnaii blm paham salah satu tujuan Pendidikan itu.
*emosimu membuat lupa kalo tombol “caps lock” nyala
*salam pemilu damai, inshaAllah mas Daus tulisanny mmbantu dlm mmperkuat opini saya thd diri sndiri utk ikut pesta demokrasi utk masa depan bangsa yg besar ini ^_^
LikeLike
Awalnya analisisnya cukup menarik dan terlihat tidak berpihak, tapi begitu masuk contoh analisis lebih detil kelihatan kemana arah ‘pilihannya’.
LikeLike
Saya tidak bermaksud berpihak karena yang saya sebutkan di tulisan tersebut hanya contoh. Namun demikian, berkat masukan Mas Arif, saya diingatkan untuk menjaga agar pembaca tidak terbawa ke persepsi tersebut.
Terima kasih atas masukannya. Saya sudah memodifikasi contoh-contohnya agar menjadi lebih netral. Jika masih ada masukan, saya siap menerima kritik.
LikeLike
Salut buat mas Ahmad Firdaus. Tulisan ini membantu betul orang-orang seperti saya yng masih belum menentukan pilihan sampai nanti H-1.
LikeLike
Akhirnya membantu menjawab kebingungan saya dalam memilih, terima kasih banyak!
Saat kuliah saya mendapat metode decision making yang mirip, namanya AHP (Analytical Hierarchy Process). Kalau merujuk pada metode AHP dan membandingkan dengan milik mas Daus, saya rasa bisa dilengkapi dengan pemrioritasan kriteria. Jadi bobot nilai setiap kriteria berbeda-beda, tergantung mana yang menurut pembaca lebih penting. CMIIW 🙂
LikeLike
Usul yang baik Mbak. Untuk pembaca yang memang memiliki kemampuan analisa yang lebih tinggi, saya kira usul ini sangat relevan. Thanks 🙂
LikeLike
wah tulisannya bagus banget. menurut saya bang daus ga memihak sama sekali disini, tapi entah kenapa yang komen pada naik pitam sampe ada yg caps lock nya rusak.
siapapun presidennya, semoga yg terpilih bisa membawa negara kita menjadi lebih baik dan jadi negara yg senantiasa dirahmati Allah. 🙂
buat bang daus, yg sabar ya bang dapet komen pedes. doakan aja yg ngomel ngomel ga jelas dibukakan pikirannya.
LikeLike
hahaha iya caps lock nya rusak tuh kayanya :p
LikeLike
Metode komparasi obyektif yang menarik Mas. Salam kenal.
Saya memang tidak begitu mengerti soal ilmu eksak ala anak kuliahan seperti yang Mas Daus jabarkan. Saya cuma mau menambahkan usul.
Menurut saya, musti dicantumkan juga di atas bahwa komparasi yang sama musti dilakukan untuk cawapres nya juga. Bahkan kalau mau semakin obyektif, bisa kepada tokoh2 pendukungnya yang berpotensi dapat posisi di pemerintahan jika capresnya terpilih. Karena menurut saya Presiden terpilih nantinya tidak bekerja di ruang vakum, ada pihak-pihak di belakangnya yang turut membentuk pemerintahan nantinya. Jadi komparasinya tidak bisa sekedar Pak Jokowi vs Pak Prabowo, tapi mustinya Kubu Pak Prabowo vs Kubu Pak Jokowi…..
Demikian menurut pemikiran saya.
Semoga dengan demikian semakin obyektif hasilnya.
Salam Indonesia Raya yang lebih baik!!!
LikeLike
Sebetulnya ini comment yang saya tunggu-tunggu. Saya menunggu ada nggak yang menanyakan kenapa cawapresnya tidak ikut dibandingkan. Saya sendiri berpendapat itu bisa saja perlu, tapi saya kembalikan itu ke pembaca sebagai juri 🙂 Salam kenal ya mas.
LikeLike
Ada beberapa comment yang mengatakan bahwa tulisan saya ini cenderung memihak (ke Prabowo), saya tegaskan “Tidak”.
Namun demikian, saya perlu melakukan introspeksi. Setelah saya membaca kembali tulisan ini, saya menduga comment tersebut muncul karena contoh item-item perbandingan yang saya sajikan ada yang bernada seolah mengunggulkan Prabowo, terutama di bagian “Capabilities”. Meskipun sebenarnya, di bagian “Result”, item perbandingannya lebih mengunggulkan Jokowi.
Terima kasih untuk komentator yang sudah mengingatkan. Berdasarkan masukan ini, saya coba mengubah isi contoh-contoh diatas dengan kalimat yang lebih netral. Saya juga tambahkan kalimat pengingat bahwa item-item perbandingan HANYALAH CONTOH. Setiap pembaca berhak mengisinya dengan pikiran dan keyakinannya masing-masing.
Maaf kalau sebelumnya ada yang tidak berkenan. Jika masih ada yang dirasa kurang baik, saya siap menerima kritik. Terima kasih.
LikeLike
Kalau menurut saya justru perbandingan pertama antara Anies Baswedan dan Fadli Zon yang terasa kurang netral Mas. Penggunaan kata-katanya cenderung berpihak ke Fadli Zon. Mungkin karena itulah, para pembaca sudah terlanjur “panas’ saat membaca sisa artikelnya.
“Anies Baswedan BERUSAHA MENGGIRING OPINI dengan mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan….”
bisa lebih netral dengan hanya menuliskan
“Anies Baswedan mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan….”
dan kalimat
“Dia juga BERUSAHA MEMBUAT PRABOWO TAMPAK TIDAK LAYAK untuk menjadi capres dengan mengatakan bahwa dia mendukung…”
bisa lebih netral dengan hanya menuliskan
“Dia juga menyatakan bahwa Prabowo tidak layak untuk menjadi capres dengan mengatakan bahwa dia mendukung…”
Dengan penggunaan kata-kata yang sekarang, saya menangkap bahwa penulis sependapat dengan Fadli Zon.
Mungkin memang terasa sepele, namun di masa kampanye seperti ini, pembaca –terutama yang sudah memiliki pilihan– akan cenderung lebih sensitif sehingga hal-hal kecil pun sudah bisa membuat perdebatan karena perbedaan persepsi.
Kalau menurut saya, jika Mas Daus ingin terlihat 100% netral, justru lebih baik tidak usah menggunakan contoh nyata Capres yang berlaga di PilPres 2014. Mungkin Mas Daus bisa menggunakan istilah “Capres A” dan “Capres B” saja, kemudian dikarang-karang saja sisi positif dan negatifnya. Saya rasa cukup sebagai ilustrasi. Toh, inti yang Mas Daus berusaha sampaikan dengan artikel ini kan sebetulnya metodenya.
Walau pastinya artikelnya jadi tidak se-greget sekarang 🙂
Demikian, semoga bisa menjadi masukan yang berguna.
Salam Indonesia Raya yang lebih baik!!!
LikeLike
Terima kasih masukannya. Saya coba memperbaikinya dengan menempatkan pendapat Fadli Zon di awal, baru Anies Baswedan di belakang. Biar fair urutannya selalu Prabowo dengan no urut 1 dan Jokowi dengan no urut 2 🙂
Saya juga mengubah redaksional kalimat agar lebih berimbang. Tetapi saya mempertahankan penggunaan istilah menggiring opini, karena menurut saya, memang itu yang mereka lakukan (CMIIW ya). Contoh item juga saya pertahankan agar pembaca lebih mudah memahami makna tulisan. Memang resiko tuduhan tidak fair pasti ada, apalagi dari pembaca yang memang sudah punya pilihan di kepalanya. Tapi yang penting kan niatnya tidak begitu dan sudah diusahakan sebaik mungkin 🙂
Terima kasih dukungan positifnya mas. Saya senang bertemu dengan kawan yang berpikiran positif 🙂
LikeLike
Mas Ahmad, superb
Yg sabar ya mas kita membina kecerdasan berpolitik bangsa ini hingga menjadi bangsa yg besar.
LikeLike
Stelah dibaaca2 ini post kyk nya berat sebelah deh bro,.. bkn mksd mnuduuh, d sn sy hnya menduga ada nya indikasi ‘affiliasi’ artikel sperti yg anda istilah kan hehehehe
LikeLike
INI BUKAN RESULT
cek lagi dengan cermat isiannya. banyak yang tumpang-tindih
Setelah menjadi warga sipil, Prabowo banyak bergerak di bidang bisnis dan melakukan mediasi internasional untuk kasus kemanusiaan seperti pembebasan Wilfrida. Prabowo juga aktif dalam beberapa organisasi kemasyarakatan seperti HKTI dan perkumpulan olah raga silat.
LikeLike
Terima kasih masukannya. Saya coba update agar lebih informatif. Prabowo berjasa meningkatkan prestasi olahraga pencak silat. Dalam masa kepemimpinannya timnas pencak silat kita tidak pernah kalah di turnamen internasional. Prabowo juga membantu pembebasan Wilfrida dari hukuman mati. Saya paham bahwa untuk kasus Wilfrida ada yang mengatakan ini hanya pencitraan. Tapi kan memang sudah dibahas kalau poin-poin di sini hanya contoh, dan mungkin saja hanya pencitraan 🙂
LikeLike
Informasi yang sangat bagus. Sebelumnya saya sudah melakukan pertimbangan-pertimbangan tentang pilihan yang saya ambil, namun dengan membaca artikel ini saya merasa lebih terbantu dan saya sangat berterima kasih untuk itu. 🙂
Saya setuju dengan 2 orang komentator diatas:
Yang pertama, komentar tentang tulisan ini yang mengarah ke salah satu pihak.
Dari perbandingan dua calon yang disajikan diatas, baik integritas, niat, kemampuan, dan hasil, proporsi plus-minus yang diberikan sedikit kurang berimbang (IMHO: pada bagian niat dan hasil milik prabowo, paragraf ke-dua mengulang hal yang sama). Tapi saya rasa tidak masalah karena komparasi-komparasi tersebut hanya sebagian kecil dari fakta lain yang lebih berpengaruh diluar sana. Inisiatif penulis cukup bagus karena tidak menjabarkan semuanya disini dan menganjurkan pembaca untuk mencari sendiri fakta yang tersebar di masyarakat.
Yang kedua, komentar yang menyarankan tentang komparasi kubu kedua belah pihak.
Dimana-mana, informasi yang sering saya dengar mayoritas dari pihak capres saja. Informasi yang menyajikan tentang cawapres saya rasa sedikit diabaikan, padahal mereka adalah calon orang nomor 2 Indonesia yang menurut saya peranannya juga sangat penting. Ah, mungkin saya saja yang kurang memperhatikan kinerja kedua cawapres dan kurang memperhatikan rekam jejaknya di media. Tapi, biar bagaimanapun nantinya Indonesia tidak dipimpin dengan satu ‘otak’ saja melainkan kerjasama antara dua orang yaitu presiden dan wakil presiden. Nah, untuk urusan capres mungkin dengan cara diatas saya bisa mulai membuat presentase, namun hasil presentase mungkin akan jadi berbeda bila presentase tersebut digabungkan dengan presentase yang dihasilkan dari informasi mengenai cawapres. Sedangkan untuk kubu partai yang mendukung, saya rasa itu bisa diperkirakan sendiri secara umum apakah pendukungnya mampu mendukung siapa yang mereka dukung dalam menjalankan pemerintahan nantinya. Akan sangat-sangat panjang apabila dijelaskan secara detail.
Sekian yang ingin disampaikan oleh orang awam politik yang berusaha mencari objektivitas dan pembelajaran diantara black campaign yang merajalela ini.
Demi Indonesia 🙂
LikeLike
Untuk perimbangan saya sudah coba perbaiki mas. Untuk cawapres bisa dimasukkan jika memang dirasa perlu. Usul yang menarik mas, terima kasih 🙂
LikeLike
*Menyimak*
Kalau boleh melihat dari sudut pandang lain, membaca artikel dan komen2 ini saya belajar banyak mengenai contoh konkret kebesaran hati dalam menerima kritik. Salut pada Bapak Firdaus. Begitu berbesar hati dalam menerima kritikan dan legowo untuk menjadikannya bahan perbaikan dalam tulisannya. Konsisten dengan tujuan penulisan semula. Managemen emosi yang baik dalam berdiskusi, tentu tidak mudah menjadi demikian. Terimakasih atas ilmunya, banyak membantu. Semoga Allah merahmati niat baik Bapak Firdaus 🙂 Salam pemilih cerdas 🙂
LikeLike
Terima kasih Mbak Rizqima. Kebetulan background saya programmer. Mengambil contoh dari dunia open-source, biasanya ada satu orang yang membuat produk awal (misalnya Linux), tetapi dalam perjalanannya banyak komponen yang dibuat dan disempurnakan orang lain. Kerja kolektif ini akan menghasilkan produk yang lebih layak pakai ketimbang kerja sendirian.
Sebetulnya justru saya yang harus berterima kasih pada kawan-kawan komentator di sini yang berhasil menunjukkan titik kesalahan di artikel ini, sehingga bisa lebih layak baca 🙂 Kawan-kawan inilah yang sesungguhnya membuat saya belajar. Bukan kebalikannya 🙂
LikeLike
1. Memang sangat sulit bagi seseorang jadi netral.
2. Kalau netral optimal, maka harus ambil jarak 50% dari Prabowo daan 50% dari Jokowi. Itu sebuah hal yang mustahil Pak Daus.
3. Bayangkan, pendapat kita pas sekali di tengah-tengah alias netral senetral-netralnya spt yang coba dibangun dalam tulisan ini. Bagaimana mungkin ini bisa dilakukan? You have to love totally for the two candidate if you can, my brother. Same level of love, which is impossible.
4. Karena itu saya menyarankan, kalau kita ingin menyebarkan sesuatu yang baik yang tentu akan membuat pros-cons berkepanjangan, maka selama kita sendiri belum bisa meletakkan dasar netralitas which is loving both the candidates (not the reversed), maka kita tak akan pernah bisa berada di tengah-tengah. Kalaupun bisa (which is mustahil), tak akan pernah kita berada pada titik pure 50%. Maka dari itu generasi muda Indonesia, tentukan pilihanmu dengan bacaan sebanyak-banyaknya, sumber sebanyak-banyaknya, sehingga the more and broader and complete information, the better tools to pick the candidate.
5. Bismillah. Semoga Indonesia lebih baik.
LikeLike
Diantara tulisan – tulisan yang ada menjelang pilpres dan saya baca, artikel ini yang paling berimbang menurut saya. Dijelaskan definisi2 dari tiap kriteria. Sudah disampaikan pula di awal jangan sampai emosi untuk para pendukung masing – masing calon. Saya apresiasi itu. Terima kasih untuk penjelasannya.
Kedua pasangan ini adalah putra – putra terbaik bangsa saat ini yang siap dan berani maju mengambil risiko untuk memimpin negara tercinta kita ini. Alangkah luar biasanya jika siapa pun yang terpilih mereka akan tetap bekerjasama membangun negeri ini. Siapa pun yang terpilih itu sudah takdir dari Tuhan YME dan kita harus menerimanya serta mendukung dan mengkritisinya.
Semoga siapa pun yang menang akan membawa INDONESIA menjadi lebih baik lagi dalam segala hal. Dan semoga bisa menjaga amanah masyarakat dengan baik.
LikeLike
Tulisan yang sangat menginspirasi. Sekarang tinggal memilih sumber informasi mana yang bisa dipercaya untuk membuat perbandingan tersebut. Hal itu yang menjadi sangat penting dan mungkin menjadi hal yang terpenting. Semoga Indonesia Semakin Jaya.
LikeLike
Tulisan yang menarik mas. Tapi mungkin perlu diingat bahwa gerilya Politik Pak Prabowo itu sudah jauh lebih lama dibandingkan Pak Jokowi sehingga bisa dipastikan dampaknya pasti ada Misal di segenap “fakta-fakta yang terluruskan” yang siapa saja bisa mengakses segenap informasi ini dan monggo kerso mau percaya atau tidak.
Tapi buat saya sudah jelas mas, milih Presiden itu ibarat memilih manajer sepakbola. Analogi yang ngga kelewatan lah saya kira karena Manajer Sepakbola itu bertanggung jawab untuk memimpin Tim, berprestasi dan membahagiakan fans pendukung. Rekam jejak, kemampuan jelas faktor utama. Tapi yang lebih penting, gak mungkin kan merekrut manajer Rugby? Bagi saya, Pak Jokowi itu ibarat Manajer sepakbola yang berprestasi dan Pak Prabowo itu manajer yang juga berprestasi, tapi dari cabang lain, rugby misalnya (olahraga agresif hehe)
Ok lah Pak SBY itu juga mantan Militer, tapi beliau kan sudah pernah menjabat Menteri sebelumnya sehingga setidaknya beliau sudah memberikan rekam jejak kenegarawanan yang positif.
Yang saya harus tekankan adalah ngurus negeri yang sudah lumayan babak belur seperti ini sudah jangan dengan retorika, janji-janji dan visi misi saja: sudah basi! Seperti kata Ekonom Lin Che Wei, visi misi capres cawapres itu “lucu-lucuan” saja, mirip kontes kecantikan kedua belah kubu. Tapi Yang jelas dan tak terbantahkan: akankah lebih baik apabila yang mengurus negara ini adalah pemimpin yang berpengalaman dengan birokrasi sipil, yang rajin turun tangan, selalu hadir berkarya di tengah-tengah masyarakat dan yang paling penting, memberi bukti nyata.
LikeLike
Essai yang sangat bagus terkait pentingnya objektifitas dalam menentukan pilihan. Terkait tanggapan masyarakat maupun penulis tentang ke 4 faktor pertimbangan, itu tak lebih dari pandangan pribadi. Tapi tingginya kesadaran untuk menjadi objektif dalam menentukan pilihan, itu merupakan sebuah karakter individu yang sangat hebat dan patut dimiliki semua kalangan. Terima kasih atas usahanya dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya objektifitas saat menentukan pilihan.
LikeLike
Menarik. Saya suka, saya suka. Tinggal mencari sumber yang otentik untuk membandingkan. Pemilihan presiden kali ini sudah tidak hanya menyentuh sisi rasional lagi, tapi juga menyentuh sisi emosional. Karena itu kita harus berpikiran jernih dan menenangkan hati setelah membaca tulisan seperti ini. Rehat sejenak. Esok baru mulai menilai secara objektif.
LikeLike
Saya pikir dgn prolog yang bagus anda akan konsisten mengulas topik dgn data anda atau pikiran anda sendiri. Namun ternyata masih berkutat dgn perjanjian batu tulis, penculikan 98, kebohongan nasdem, kebohongan PKB. Yang saya mau tekankan adalah, saya dan anda tidak ada disana waktu peristiwa itu terjadi. Harusnya tidak dimasukkan dlm tulisan yang bagus ini. Dan seperti anda bilang politik itu jahat, ya mmg benar karenanya menurut saya plg objektif adalah jika nanti ada debat capres, setidaknya saya bisa melihat gambaran dan kapabilitas capres2 dari debat tsb. Meskipun hal itu bukan jaminan juga bahwa mereka akan menepati janji2nya, tp setidaknya saya berusaha tidak beli kucing dalam karung.
Sangat disayangkan bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya lebih sensitif kepada isu2 murahan dibanding dgn fakta atau setidaknya banyak org menelan mentah2 setiap isu2 murahan itu tanpa berpikir dan mencari kebenaran sendiri. Masy. Kelas menengah mulai bisa berpikir jernih akan isu2 murahan yg dilontarkan entah dari kubu siapa namun sekali lagi sayaang msh banyak masy yg (maaf) krg mendapat edukasi atau jauh dari pusat informasi shgga mereka akan sangat sensitif terhadap isu2 murahan tsb.
Saya sangat berharap timses kedua kubu juga terbeban untuk mengedukasi masy umum sehingga mereka tidak terbiasa reaktif dgn isu2 murahan.
Kalau kata Cak Lontong “Mikiiiiir”
LikeLike
Sebenarnya, kalau anda mau pahami, di sini bukan untuk adu pendapat presiden mana yg anda dukung atau anda anggap benar , ataupun fakta mana yg benar dan salah. simpanlah untuk diri sendiri. Mas Daus HANYA ingin memberi gambaran cara memilih yang obyektif. jadi bagi anda yg sudah memiliki pilihan dan meyakini suatu fakta , tidak perlulah diperdebatkan dan ber koar koar karna anda salah kamar kalau begitu.
Sekali lagi, ini tulisan bukan untuk anda yg sudahter afiliasi dan ngotot pada pilihan.
Harusnya kita mengetahui esensi dari tulisan ini.
Jangan menelanjangi diri anda dengan kebodohan anda disini.
Great untuk orang seperti mas Daus 🙂 LANJUTKAN mencerdaskan bangsa mas :))
Terimakasih.
salam Damai.
:))
LikeLike
Setuju mas. Tulisan ini bukan utuk kampanye pilihannya. Tapi buat mikir sendiri. Hidup netral
LikeLike
Asslamualaikum pak Daus,,saya tdk sama sekali menganggap tulisan anda berpihak kesalah satu capres karena saya “Tuplog” tulen alias sejati tapi saya hanya ingin menanyakan saja. Dari hasil tulisan anda yang spt penulis profesional,hasil survey anda yg spt surveyor ,tentu anda sdh berhasil menganalisa,,,nah pertanyaan saya dari itu semua siapa yang menjadi pilihan pak Daus? Kalau anda mau menjawab diforum terbuka ini berarti anda salah satu pemilih cerdas. Salam Hangat
LikeLike
Wa’alaikumsalam Mas Tatang,
Sebagai individu, tentu saya punya pilihan sendiri. Ini berdasarkan kelengkapan dan keakuratan informasi yang saya miliki. Seiring dengan waktu, bila ada informasi baru, saya selalu bersedia mempertimbangkan lagi semua pemikiran saya. Sebagai manusia, kita tidak luput dari kesalahan bukan? 🙂
Saya memilih untuk tidak berbagi informasi detail poin-poin penilaian pribadi agar tidak mempengaruhi opini pembaca. Itu stand point saya dari awal. Mudah-mudahan bisa dimengerti. Terima kasih ya 🙂
LikeLike
Terima kasih karena sudah memberikan salah satu tools untuk menentukan pilhan capres. Saya memang tidak membaca secara detail mengenai tulisan Anda di atas, tp yang saya pahami adalah Anda memprovide tools yang baik bagi pembaca.
Terlepas dari ada nuansa ‘keberpihakan’ Anda sebagai penulis pun harusnya bisa dimaklumi karena secara intuitif, banyak orang pun sudah memihak calon saat membaca judul tulisan Anda. hehe.
Sekali lagi, terima kasih atas tulisannya yang luar biasa.
LikeLike
penilaian dengan poin poin diatas masuk akal dan bisa diterima objektif metodenya. tapi menurut saya nilai perkriterian seharunya mempunyai bobot yang berbeda. seperti dalam diagam pohon yg mas tunjukan, nilai integritas seharusnya mempunai bobot yg lebih tinggi, karena menjadi dasar apa yang ada diatasnya, dan seterunya demikian. mengapa demikian karena kalau dasarnya rapuh atas nya pasti tidak bagus. jadi saya usul:
nilai total = integritas % x bobot_integritas +
intent % x bobot_inten +
capability % x bobot_capability+
result % x bobot_result
misalkan nilai bobot berututan = 4,3,2,1, sebagai bilangan natural untuk pengkali
LikeLike
Setelah membaca tulisan yang objektif ini, saya semakin yakin dengan pilihan saya. Ulasannya menarik mas,
Buat yang baca dan komen, kalo seandainya masih belum puas dengan ulasannya mari cari informasi yang objektif dari sumber lain. Sekarang jaman demokrasi. . . Perbanyan informasi dan mari cari kebenaran yang sesungguhnya.
Salam.
LikeLike
Tambahan untuk para pemilih sebagai bahan pertimbangan:
1. Yang akan kita pilih adalah presiden yang sesuai undang2: kekuasaan presiden tidak tak terbatas alias tidak absolute bagaikan seorang raja,
2. Yang dalam menjalankan pemerintahan diawasi oleh lembaga legislatif (DPR/MPR),
3. Yang semua kebijakan/keputusan/peraturan yg diterbitkan olehnya dapat dibatalkan oleh MK sebagai lembaga yudikatif (yg dimana para personilnya dapat setiap saat diciduk KPK, jika terbukti melakukan tindakan korupsi)
# jadi, para pihak yg beranggapan bahwa prabowo adalah “anak nakal” yang berbahaya bagi negara karna dianggap penghianat, atau pihak yg beranggapan bahwa jokowi adalah “pesuruh partai” yg menuruti perintah si ibu suri. Sebaiknya anda mencari alasan lain yg lebih cerdas.
LikeLike
tulisannya cukup bagus dgn berbagai analisa dan rumus2 utk menentukan…..saya seh hanya ingin kasih masukan saja ….. kalau bisa cawapresnya juga di sebut secara yg memimpin negara ini adalah mereka berdua yg bahu membahu bukan hanya kerja satu orang prabowo ataupun jokowi…dan ada satu kritik di kolom integrity anda sangat lugas dalam membahas kebohongan2 kelompok koalisi jokowi detil dgn contohnya…..tapi utk kelompok koalisi prabowo serasa hanya sambil lalu (dgn hanya menyebutkan dosa-dosa orang lama)…..bukankah ini sama saja dengan penggiringan opini utk para swing voter ?
hanya masukan saja………terima kasih
LikeLike
Menarik 🙂
Sampai2 ada yg memakai huruf Kapital semua dalam tulisannya. heheheh.
Demokrasi semakin baik dinegeri yang kita cintai ini. sayangnya seringkali “kita” memberikan komentar tentang kebaikan atau kejelekan Capres tertentu, seakan akan “kita” mengenal mereka sangat dekat, atau kita berada disamping mereka ketika mereka melakukan kesalahan.
Menurut saya, kedua Capres Prabowo dan Jokowi sama sama baik, karena mereka adalah putra terbaik bangsa saat ini, yang mendapatkan kesempatan untuk menjadi calon Presiden. (Masi banyak putra/ putri terbaik bangsa yang belum mendapatkan kesempatan).
Sekarang tanggung jawab kita bersama untuk menentukan siapa yg terbaik dari yang terbaik antara keduanya (Prabowo atau Jokowi).
Jika nanti sudah terpilih dan kemudian ternyata pilihan kita mengecewakan, maka lewat tulisan ini saya menghimbau, jangan mengeluh di Media sosial…cukup mengeluh di dalam hati.
Saya mendukung Prabowo Subianto sebagai Presiden RI ke 7. Kenapa? karna saya mengharapkan pemimpin yang Tegas, konsisten dan Jujur.
saya mendengar pernyataan Jokowi waktu datang ke Papua dalam rangka kampanye, Jokowi mengatakan bahwa “saya datang ke Papua, karna Papua sangat penting. Saya bukan mencari suara di Papua..dst”. Mari kita berpikir secara logika,
1. Apa tujuan kampanye? bukankah tujuan kampanye itu untuk meraih dukungan/ suara?
Menurut saya pernyataan jokowi tersebut adalah suatu kebohongan, yang sangat konyol untuk level capres. dan saya kira Revolusi Mental harus dari diri sendiri.
#Jujur itu hebat
LikeLike
Terus Berkarya Mas Ahmad Firdaus, saya sangat senang dengan tulisan – tulisan seperti ini.
Saya sudah bosan dengan berita – berita negatif. Padahal di Indonesia Sebenarnya masih sangat “Banyak” berita baik yang bisa dijadikan acuan untuk menentukan pilihan.
Semoga kedepannya orang – orang baik tidak diam saja melihat bangsa ini semakin terpecah belah, dan semoga tulisan – tulisan seperti ini akan jauh semakin banyak. Salam hangat.
LikeLike
Saya tadinya termasuk yang bener2 pro prabowo..
Eh ngeliat tabel kaya gitu akhirnya nyoba netral dan deg2an jg lihat hasilnya..
Dri tiap tabel saya coba memberi plus/minus setiap paragrafnya..
-Integrity
Prabowo + – –
Jokowi + – –
-Niat
Prabowo + –
Jokoewi + –
-kemampuan
Prabowo +
Jokowi –
-hasil
Prabowo + –
Jokowi –
Hasilnya cuma di kemampuan.. selebihnya imbang.. prabowo punya nilai plus lbih 1 dibanding jokowi..
*lega sendiri*
Hahaha
Tpi klw saya boleh berkomentar dan menambahkan..
Masalah di indonesia bukan di kalangan masyarakatnya.. tapi di kalangan pemerintahan baik parlemen, dan badan2 lainnya yg bener2 korupsi merajalela..
Karena koruptor tidak ditindak tegas berdampaklah pada kaum minoritas..
Dibanding jokowi, prabowo lbh terlihat bisa tegas akan hal ini.. agak susah kebayangnya jokowi menceremahi org2 yg korupsi, kasarannya justru orang2 korupsi bakal ngerasa lbh diatas jokowi.. dgn sikap jokowi yg lemah gemulai seperti ini malah rawan jdi sarang dimanfaatkan dan dibodoh2i baik dri pejabat negaranya sendiri bahkan pesaing2 luar negri..
Dri sifat loyalitas jokowi saya lihat lebih cocok jadi gubernur atau walikota yang memang harus turun langsung ke kalangan masyarakat.. untuk urusan negara yang berurusan dengan negara lain jg bener2 ga kebayang nantinya klw jokowi jadinya seperti apa -.-“
LikeLike
Banyak sekali kawan-kawan yang memberikan dukungan atas tulisan ini melalui komentar. Saya ingin me-reply satu-satu, tapi khawatir jadi penuh kolom komentarnya 🙂 Jadi lewat satu komentar ini saya ingin mengucapkan terima kasih atas semua dukungannya. Sikap positif seperti inilah yang dari jaman dahulu membuat kita bisa bertahan di jalan yang benar.
Banyak juga kawan-kawan yang memberikan koreksi, terutama terkait dengan sudut pandang artikel yang mungkin dirasa “berpihak”. Saya sangat berterima kasih karena kawan-kawan inilah yang menunjukkan dimana letak kesalahan tulisan saya, dan membuat saya belajar lebih banyak. Sampai sekarang pun, tulisan ini masih perlu banyak kritik. You guys teach me a lot 🙂
Awalnya artikel ini hanya tulisan pribadi, yang hanya saya share sekali saja lewat account facebook pribadi saya. Tapi belakangan saya sendiri surprise bahwa begitu banyak pribadi yang berpikiran positif, terbuka, dan mampu memberi kritik konstruktif. Rupanya men-share artikel ini di wall masing-masing, bisa menciptakan network orang-orang cerdas yang tidak terduga ^_^
Salut untuk kawan-kawan semua 🙂
LikeLike