Dua Mindset Dasar Investor

Beberapa hari yang lalu saya berjalan di depan dua orang pria. Salah satunya bercerita dengan nada penuh kebanggaan, “Saya mengajari anak saya untuk paham kalau tidak semua hal bisa dibeli. Suatu hari kita pergi ke Ind*mar*t, saya menawarkan dia untuk membeli mainan. Anak saya malah bilang, ‘Ayah punya uangnya enggak? Kalau enggak, nggak usah aja'”. Pada dasarnya manusia punya dorongan untuk menginginkan sesuatu. Jika dorongan ini selalu diikuti, maka hal tersebut akan terus semakin membesar. Yang dilakukan oleh pria diatas adalah memberi pemahaman atas keterbatasan sumber daya, dalam hal ini adalah “uang”.

Money and plant.

Cara di atas cukup baik, tetapi hanya efektif ketika seseorang memang cenderung memiliki keterbatasan. Ketika mulai meniti karir, pola pikir “keterbatasan” memang efektif. Namun seiring dengan meningkatnya penghasilan, cara ini menjadi semakin tidak efektif. Pada tingkat penghasilan tertentu, seseorang bisa saja setiap hari makan di restoran mahal tanpa khawatir kehabisan uang, membeli pakaian dengan harga cukup mahal tanpa takut kehabisan tabungan, bahkan membeli mobil mewah dengan tunai karena memang tabungannya memungkinkan. Catatan, saya enggak ada di posisi ini ya 🙂

page-divider-symbol

Lain orang, lain cara. Ayah saya punya cara sendiri dalam mengajarkan hal ini.

Setiap beliau pulang ke Bandung, dia selalu mewajibkan keluarga untuk makan bersama. Suatu saat saya bertanya kepadanya.

Saya: “Teman-teman saya kalau makan selalu habis tidak bersisa. Ada yang kalau tidak suka sama makanannya pun tetap dimakan sampai habis, takut mubazir katanya. Kalau makanan saya nggak habis, kenapa Bapak kok enggak menegur saya?”

Bapak: (sambil melihat makanan saya yang tersisa), “Memang kenapa makanannya nggak kamu habiskan?”

Saya: “Sudah kenyang soalnya. Saya perlu habiskan enggak?”

Bapak: “Enggak usah. Lain kali, sebelum mengambil makanan kamu kira-kira saja, apakah itu bisa dihabiskan atau tidak. Kalau tidak yakin, sebaiknya ambil sedikit saja. Nanti kalau kurang, baru kamu ambil lagi.”

Itu adalah sekelumit contoh kecil dari banyak kasus serupa. Dua hal diajarkannya pada saya:

  • Pertama, tidak semua yang kita bisa konsumsi, perlu kita konsumsi. Ambil yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan.
  • Kedua, tidak perlu khawatir “tidak kebagian jatah”, pada dasarnya ada cukup rejeki untuk kita semua.

Dalam konteks finansial, pelajaran pertama benar-benar penting. Tanpa kemampuan mengontrol keinginan, tabungan akan cepat terkuras begitu bertemu “barang idaman”. Tanpa kemampuan mengontrol keinginan, lifestyle akan selalu meningkat seiring naiknya angka pendapatan. Tanpa kemampuan mengontrol keinginan, maka sesungguhnya yang menjadi batas pengeluaran kita adalah ketidaktersediaan anggaran. Jadi jangan heran, begitu anggaran tersedia, semua batas itu pun akan cepat dilanggar.

Bayangkanlah jika kita berinvestasi sedikit demi sedikit. Setelah cukup lama, kita berhasil memiliki portfolio bernilai milyaran. Hal ini bisa menciptakan godaan besar untuk membeli mobil mewah yang harganya “cuma” sekitar 1M. Apalagi kenyataan tidak terbantahkan bahwa mobil itu bisa dibeli secara kontan 🙂 Ini menjelaskan kenapa menabung adalah “keahlian” dasar seorang investor. Seseorang hanya akan bisa menjadi investor jika ybs mampu menahan hasrat belanja ketika dia jelas-jelas punya uangnya.

PieChart_CooperationPelajaran kedua juga tidak kalah pentingnya. Pola pikir “keterbatasan” seringkali membuat kita berpikir, “Jika saya dapat maka orang lain tidak dapat, jika orang lain yang dapat, maka saya tidak akan dapat”. Pola pikir ini sangat destruktif karena bisa menghilangkan semangat bekerja sama. Pada kenyataannya, bekerja sama dan berbagi peran justru akan meningkatkan total “kue” yang tersedia. Mendapatkan 50% dari Rp. 100,- jauh lebih banyak ketimbang mendapatkan 100% dari Rp. 20,-

Tidak perlu khawatir akan “tidak kebagian”. Kalau kita cukup kreatif, sebenarnya banyak jalan untuk memperoleh rejeki. Sikap berebut justru akan membuat orang lain tidak nyaman dan mempersulit kita mendapat kepercayaan, yang notabene modal utama dalam menjalin kerjasama.

4 thoughts on “Dua Mindset Dasar Investor

  1. Pengendalian diri dan berbagi manfaat, sepertinya itu rangkuman di atas. Tapi benang merahnya adalah berpikir jauh ke depan. Banyak orang berpikir sangat pendek, padahal ingin hidup lebih panjang. Seorang investor punya Rp 10 juta, dia berpikir bagaimana berkembang menjadi Rp 20 juta, 40 juta, dst, sampai lupa mengambil bagian dari uang itu. Selain berpikir jauh juga berpikir besar.

    Liked by 1 person

    1. Betul sekali. Antisipasi ini selain penting juga memberi rasa aman 🙂

      Like

  2. Salam kenal. Saya ingin bertanya bagaimana caranya supaya anak saya bisa bilang, ‘Ayah punya uangnya enggak? Pembelajaran yang sangat luar biasa pastinya yang anda berikan kepada anak anda seperti pembelajaran luar biasa yang orang tua anda berikan. Sederhana tapi sungguh menginspirasi

    Like

    1. Salam kenal. Yang bilang begitu bukan anak saya, tapi anaknya orang yang kebetulan sedang berjalan di belakang saya 🙂

      Saya sendiri juga sering sengaja menolak permintaan anak untuk membeli sesuatu, meski sebenarnya saya mampu. Tetapi pendekatannya (alasannya) lebih menekankan kalau dia tidak membutuhkan barang tersebut ketimbang mengatakan kalau uangnya tidak ada.

      Tentu kedua jenis pendekatan tersebut ada plus-minus-nya. Keduanya baik-baik saja, tergantung situasi.

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this:
search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close