“Masjid Dajjal”

Ini topik sensitif. Biasanya saya cenderung menahan diri untuk berkomentar, tapi kali ini minta ijin untuk berpendapat. Semoga bisa diterima dengan baik; mohon maaf kalau ada kesalahan.

Pasti sudah banyak yang mendengar berita tentang Ustadz Rahmat Baequni (URB) yang menyatakan bahwa Masjid Al-Safar karya Ridwan Kamil (RK) banyak mengadung simbol Dajjal, hingga mengharamkan umat islam untuk shalat di dalamnya. Minggu lalu merekapun bertemu di Pusdai dengan dimediasi oleh Ustadz Rahmat Syafe’i, selaku Ketua MUI Jawa Barat.

Ini sungguh menyedihkan. Timeline sosmed berisi pernyataan dan sindiran yang saling menyalahkan, bahkan menghinakan. Sebagian kawan non-muslim juga sudah mulai off-side dengan menyindir perkara yang jelas-jelas urusan domestik agama islam.

Secara pribadi, saya paham ini bukan “topik ringan”. Ini menyangkut salah satu aspek keimanan seorang muslim. Kalau bicara benar vs. salah, tentu semua orang punya pendapatnya sendiri-sendiri. Ketimbang membahas hal tersebut, mari kita berfokus pada aspek sosialnya saja. Lebih spesifiknya, cara mengatasi perbedaan pendapat. Ada beberapa hal yang terlintas di pikiran saat ini terjadi.

Tabayyun

Bisakah kita membayangkan bagaimana rasanya jika diri ini dituduh murtad? Lebih jauh lagi, dituduh murtad dan sengaja menyesatkan umat?

Menyatakan RK mendesain masjid yang penuh simbol dajjal sampai mengharamkannya adalah sebuah tuduhan serius. Hanya patut dilakukan setelah penelitian dan konfirmasi mendalam (tabayyun). Dalam salah satu video kajiannya, URB menyatakan bahwa RK hanya membantah tuduhan tersebut lewat akun IG-nya, sedangkan URB meminta RK yang tabayyun dengan datang ke pengajiannya. IMHO, ini aneh karena seharusnya pihak penuduh yang ber-tabayyun pada tertuduh, bukan sebaliknya. Alhamdulillah, akhirnya mereka bertemu di Pusdai minggu lalu. Sebagai pengguna sosmed, ada baiknya kita menahan diri tak berkomentar sebelum jelas duduk perkaranya. Ini penting karena jika salah bisa menjadi fitnah, jika benar belum tentu bermanfaat.

Adab Pengajar & Pembelajar

Imam Ghazali pernah menulis, salah satu adab pengajar adalah tidak berselisih di depan pembelajar. Dalam pertemuan di Pusdai, Ustadz Rahmat Syafe’i (Ketua MUI Jabar) juga menekankan pentingnya saling menghargai pendapat yang berbeda. “Berbeda pendapat itu wajar, tetapi tidak boleh menghina dan jangan sampai berpihak hingga menyeret pada kebencian”, demikian nasihat beliau. Ini berlaku bagi kedua belah pihak yang berselisih, termasuk para pengikutnya.

Video Pertemuan URB-RK di Pusdai

Di sisi lain, Imam Ghazali pun menulis bahwa salah satu adab pembelajar adalah menghindar dari mendengar perselisihan, karena hal ini bisa menimbulkan kebingungan saat menimba ilmu. Tafsir bisa berbeda, namun hanya Allah-lah yang tahu kebenarannya. Kita tentu yakin dengan pendapat diri ini, tapi jagalah hati dari sifat merasa paling benar sendiri. Semoga kita dijaga dari sifat sombong dan tinggi hati.

Dajjal = Iluminati?

Sebagai muslim kita pasti mengimani hari akhir, termasuk berita akan kemunculan dajjal. Ada beberapa ciri dajjal dalam Hadits. Tapi apakah semua ulama bersepakat bahwa dajjal adalah iluminati / freemason, hingga simbol organisasi tersebut secara faktual menjadi simbol resmi dajjal? Apakah ada aturan khusus yang melarang bentuk masjid tertentu?

Tentu saja URB boleh memiliki pendapatnya sendiri. Tetapi pendapat satu orang tidak otomatis menganulir pendapat ulama lain dan menjadi satu-satunya referensi sahih. Pendapat lain tentang dajjal bisa dibaca di sini.

Buntut Pilpres

Pilihan politik RK pada pilpres lalu membuat popularitasnya menurun drastis di mata sebagian warga Jawa Barat. Tentu ini hak penuh warga Jawa Barat untuk memberi nilai negatif. Tetapi mengaitkan kepentingan politik dengan konteks dajjal tentu harus dihindari. Janganlah ketidaksukaan terhadap seseorang, membuat kita bersikap tidak adil kepadanya.

Lalu?

Sesuai pesan Ustadz Syafe’i bahwa perbedaan itu pasti terjadi, yang penting kita bisa saling menghargai, tidak menghina, apalagi membenci. Beliau juga mengingatkan untuk berhati-hati dalam menyebar informasi (sebelum memastikan seluruh duduk perkaranya), karena ada hadits berbunyi,

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

Cukup seseorang itu dikatakan pendusta jika ia mudah menyebarkan setiap berita yang ia dengar. [Shahih Muslim no.4]

Meskipun dalam hal ini RK bertindak tidak dalam kapasitasnya sebagai pemimpin (gubernur), tetapi jika kita menganggap RK melakukan kesalahan, maka tegurlah dengan cara yang baik. Jadi teringat nasihat Ustadz Adi Hidayat tentang cara menasihati pemimpin dalam video ini. Kebetulan waktu itu RK terkena isu LGBT. Semoga kita mampu mengamalkannya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this:
search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close